wibiya widget

Rabu, 25 Mei 2011

Kampung Ciptagelar

Ciptagelar, semula bernama kampung Sukamulya, Perkampungan Cantik di Kaki G. Halimun BAGI Encup Sucipta, demikian nama lengkap Abah Anom, ketua adat Kasepuhan, Ciptagelar Ciptarasa memiliki arti tersendiri. Di Ciptarasa lah dia diangkat jadi sesepuh girang (ketua adat) menggantikan ayahnya, Abah Arjo. Abah Anom jadi sesepuh girang dalam usia yang masih sangat muda, 17 tahun. Oleh karena itulah, dia dipanggil Abah Anom (bahasa Indonesia: muda)
Kampung Ciptagelar terkenal karena upacara adat Seren Taun, yang digelar masyarakat adat Banten Kidul sebagai ungkapan syukur atas keberhasilan panen. Setiap tahun, biasanya seremoni itu diselenggarakan satu kali, sekitar bulan Agustus.
Karena Seren Taun, Ciptagelar menjadi salah satu tujuan wisata budaya dan ekologi yang paling menarik di Jawa Barat. Tapi, daya tarik Ciptagelar bukan hanya Seren Taun. Salah satu dari delapan kampung adat di Jawa Barat ini punya banyak pesona yang lain.
Sebagai pusat Kasepuhan Banten Kidul dan berada di ketinggian sekitar 1200 meter dari permukaan laut, secara administratif Ciptagelar termasuk Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Yang disebut komunitas adat Banten Kidul sendiri luas wilayahnya tak main-main. Mulai dari Sukabumi, Bogor, hingga Pandeglang.
Jika kita mengunjungi Ciptagelar bertepatan dengan penyelenggaraan Seren Taun, tentu banyak yang bisa dilihat. Misalnya prosesi iring-iringan pembawa padi yang kemudian akan dimasukkan ke dalam “Si Jimat” dan prosesi doanya. Juga tari dan kesenian seperti dog-dog lojor, debus, calung, rengkong, serta jipeng. Pawai ini panjangnya lebih dari satu kilometer.
Acara puncak biasanya pada Minggu pagi, namun rangkaian acara pendukung sudah digelar sejak Jumat malam. Sebutlah misalnya pameran hasil bumi, aneka pertunjukan seperti wayang golek, dan panggung hiburan.
Meskipun mereka hidup dari hasil bersawah dan berladang yang panen hanya sekali setahun, di keluarga Kesatuan Adat Banten Kidul itu tak terdengar ada kabar tentang kekurangan pangan, apalagi kelaparan. Bahkan, lumbung-lumbung gabah tidak pernah kosong sepanjang tahun. Semua rumah milik warga adat di sana mempunyai lumbung beras sendiri-sendiri. Setiap keluarga ada yang mempunyai satu-dua lumbung, tetapi ada juga yang punya sembilan sampai 12 lumbung. Setiap lumbung kapasitasnya bervariasi, antara 2,5 ton sampai 10 ton gabah kering.

Dari sisi filosofi Leuit mengandung sebuah kearifan lokal yang sudah diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi melalui bahasa yang dipahami bersama akan keharusan “ Ngeureut ceum neum deum keur jagani isuk” (menyisikan untuk hari depan). Inilah wujud tabungan yang sesunguhnya telah dipraktekan lama untuk beberapa tempat ada yang telah dikelola berupa simpan pinjam padi. Leuit menjadi penyambung atau wujud dari beberapa bahasa pitutur dari ajaran-ajaran sunda dan mungkin ini juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Sentuhan tradisi dengan nuansa sakral membuat leuit dilingkungan warga kesatuan adat bisa lestari.
Semasa hidup, mendiang Abah Anom, membeberkan formula ketahanan pangan mereka. Bahwa warga tidak menjual hasil panen padinya kepada orang luar, bahkan tidak menjual hasil padinya sama sekali jika memang tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup keluarga mereka selama setahun. Untuk membantu warga lainnya jika sewaktu-waktu kehabisan gabah, setiap warga
juga menyumbangkan sebagian hasil panen padinya ke lumbung paceklik yang dikelola oleh Abah Anom sebagai pemimpin adat mereka.
Ketentuannya, ungkap Aki Upat, warga Kasepuhan Abah Anom yang tinggal di Desa Sirna Galih (Kabupaten Lebak) misalnya, untuk setiap 100 ikat gabah disetor satu ikat ke Abah. Setiap ikat gabah kering itu beratnya antara tiga sampai empat kilogram. Walaupun panen hanya setahun sekali, rata-rata warga Kasepuhan Cipta Gelar yang mempunyai lahan sawah dan ladang seluas dua hektar, bisa mendapatkan hasil gabah sampai 1.000 ikat.
Hitungannya, untuk satu hektar lahan sawah mereka menanam 20 ikat bibit padi. Bibit padi itu sejak zaman nenek moyang jenisnya selalu sama, yaitu Tampeuy atau Belut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Disini