wibiya widget

Selasa, 30 Oktober 2012

GCG


Good Corporate Governance
Good Corporate Governance atau GCG merupakan :
·         Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis antara peran dewan Komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para stakeholder lainnya.
·         Suatu sistem pengecekan, perimbangan kewenangan atas pengandalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
·         Suatu prose yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
Good Corporate Governance mengajarkan prinsip-prinsipnya. Anda bisa menyimak info sekaligus pengetahuan bisnis berikut ini :
  1. Transparasi
    Yaitu mengelola perusahaan secara transparan dengan semua stake holder (orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas perusahaan). Di sini para pengelola perusahaan harus  berbuat secara transparan kepada penanam saham, jujur apa adanya dalam membuat laporan usaha, tidak manipulatif. Keterbukaan informasi dalam proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi yang dianggap penting dan relevan.
  2. Accountability
    Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban dalam perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Manajemen harus membuat job description yang jelas kepada semua karyawan dan menegaskan fungsi-fungsi dasar setiap bagian. Dari sini perusahaan akan menjadi jelas hak dan kewajibannya, fungsi dan tanggung jawabnya serta kewenangannya dalam setiap kebijakan perusahaan.
  3. Responsibility
    Yaitu menyadari bahwa ada bagian-bagian perusahaan yang membawa dampak pada lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Di sini perusahaan harus memperhatikan amdal, keamanan lingkungan, dan kesesuaian diri dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat setempat. Perusahaan harus apresiatif dan proaktif terhadap setiap gejolak sosial masyarakat dan setiap yang berkembang di masyarakat.
  4. Independensi
    Yaitu berjalan tegak dengan bergandengan bersama masyarakat. Perusahaan harus memiliki otonominya secara penuh sehingga pengambilan-pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan otoritas yang ada secara penuh. Perusahaan harus berjalan dengan menguntungkan supaya bisa memelihara keberlangsungan bisnisnya, namun demikian bukan keuntungan yang tanpa melihat orang lain yang juga harus untung. Semuanya harus untung dan tidak ada satu pun yang dirugikan.
5.      Fairness
Yaitu semacam kesetaraan atau perlakuan yang adil di dalam memenuhi hak dan kewajibannya terhadap stake holder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan harus membuat sistem yang solid untuk membuat pekerjaan semuanya seperti yang diharapkan. Dengan pekerjaan yang fair tersebut diharapkan semua peraturan yang ada ditaati guna melindungi semua orang yang punya kepentingan terhadap keberlangsungan bisnis kita.



Kasus GCG
Rendah, Pengadaan Barang dan Jasa via Elektronik
Rabu, 24 Oktober 2012 | 20:56
Penulis: ID/ Eko Adityo Nugroho/ Whisnu Bagus
Dua pekerja mengukur  proyek jalan layang di Jakarta, Jumat (9/9/2011).
Dua pekerja mengukur proyek jalan layang di Jakarta, Jumat (9/9/2011). (sumber: JGPHOTO)

Sebanyak 89 persen penyedia barang dan jasa melakukan penyuapan.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) menyatakan, hingga kini realisasi transaksi pengadaan barang dan jasa menggunakan sistem layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) mencapai Rp98,009 triliun. Angka ini sekitar 73 persen dari total pagu anggaran sebesar Rp134,939 triliun di tahun 2012.

Ketua LKPP, Agus Rahardjo mengungkapkan, realisasi pengadaan barang dan jasa masih lambat karena terkendala beberapa persoalan -- antara lain belum diterapkannya pengadaan barang dan jasa secara efisien, efektif dan akuntabel, gara-gara ulah oknum kontraktor. "Data dari Indonesian Police Watch (IPW) 2011 menyebutkan 89 persen penyedia barang dan jasa melakukan penyuapan," kata Agus, dalam seminar "Toward Good Corporate Governance", di Jakarta, Rabu (24/10)

Sementara itu, perkara yang ditangani Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tercatat 70 persen, atau 186 dari 265 kasus. Akibatnya, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa lambat, dan negara dirugikan sebesar Rp1-2 triliun karena persekongkolan tender selama 2010-2012. "Masih ada paradigma, jika mereka tidak menyuap, mereka tidak mendapatkan pekerjaan'," kata Agus.

Agus berharap, sistem lelang secara elektronik bisa memangkas persoalan suap dan persekongkolan tender. Apalagi, pengadaan barang dan jasa merupakan instrumen strategis menggerakan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja, pengembangan daya saing dunia usaha, pemberdayaan usaha kecil dan mikro, serta mengajak partisipasi masyarakat.

Agus optimistis, kendala pengadaan barang dan jasa bisa diperkecil dengan penggunaan LPSE. Dengan demikian, pelaksanaan pengadaan barang dan jasa lebih cepat.

"Apalagi, nilai belanja modal APBN tahun 2013 makin besar, mencapai Rp400 triliun atau 30-35 persen dari total belanja modal sebesar Rp1.500 triliun," ungkap Agus.

Analisis
Kasus diatas menerangkan bahwasanya ada penyuapan dalam pengadaan barang dan jasa yang jelas sekali sangat merugikan negara. Akibat penyuapan inilah negara dirugikan sebesar Rp. 1-2 triliun selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Hal ini pula yang menyebabkan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa lambat.
Sudah banyak sekali kasus penyuapan yang terjadi di negara ini, sebaiknya para pelaku yang berkaitan dengan hal ini atau salah satunya dalam hal penyediaan barang dan jasa menghilangkan istilah suap-menyuap karena pengadaan barang dan jasa merupakan instrumen strategis menggerakan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja, pengembangan daya saing dunia usaha, pemberdayaan usaha kecil dan mikro, serta mengajak partisipasi masyarakat. Pelaksanaan yang sehat tanpa ada penyuapan maka akan mempercepat pengadaan barang dan jasa, dan tentunya tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Disini